“Angel Sign”, Cerita Dengan Kesunyian

“Angel Sign”, Cerita Dengan Kesunyian

“Angel Sign”, Cerita Dengan Kesunyian – Angel Sign, Film antologi garapan lima sutradara yang berasal dari mancanegara. Telah tayang perdana dalam gelaran Japanese Film Festival 2019 di CGV Grand Indonesia.

Sebagai film antologi atau omnibus, Angel Sign membawa lima buah cerita yang tidak sama digabungkan di dalam satu film. Dalam film ini, total film cuma mengandalkan faktor visual serta scoring tanpa ada dialog berasal dari para sifat sekalipun.

Selain menyuguhkan film tanpa ada dialog, film ini termasuk memperkenalkan keragaman budaya, karena sebagian film bertempat di berbagai belahan dunia. Seperti Indonesia, Thailand, Vietnam dan Jepang. idnpoker

"Angel Sign", Cerita Dengan Kesunyian

Cerita-cerita di di dalam film ini diadaptasi berasal dari lima cerita yang dipilih berasal dari lebih 6 ribu lebih karya berasal dari 108 negara yang masuk ke di dalam Silent Manga Audition di Jepang. benchwarmerscoffee

– Angel Sign Hadirkan Lima Kisah Berbeda

Bagian pertama dan terakhir dalam antologi ini adalah prologue dan epilogue yang disutradarai oleh Tsukasa Hojo, yang juga sebagai sutradara utama dalam keseluruhan film ini.  Berkisah tentang Aika (Nao Matsuhita), seorang cellist yang kehilangan suaminya, yaitu Takaya (Dean Fujioka). Takaya sendiri adalah seorang pianis, sebelum meninggal dunia, ia meninggalkan komposisi musik dengan judul “Angel Sign” kepada Aika. premiumbola

– Prolog

Disuguhkan bersama prolog yang menggambarkan kepergian Takaya yang sempat memicu Aika putus asa, pemirsa dapat diperas terlebih dahulu emosinya dapat kehilangan seseorang yang tercinta. Tekad Aika untuk memainkan komposisi ‘Angel Sign’ seorang diri sempat membuatnya kuatir dan membuatnya terhenti. www.benchwarmerscoffee.com

Namun, keajaibanpun muncul di mana sementara ia tengah melantunkan komposisi tersebut, tiba-tiba saja lantunan Piano Takaya muncul. Mengagetkan, Aika menentukan berhenti dan memandang sebuah kupu-kupu biru yang hinggap di lembaran melodi selanjutnya lantas pergi muncul ke dunia yang bebas, dan kupu-kupu selanjutnya dapat menghubungkan bermacam kisah yang tersedia di dalam film ini.

– Beginning and Farewell

Kisah kedua adalah Beginning and Farewell yang disutradarai oleh Ken Ochiai, mengkisahkan seorang masinis kereta (Naoto Ogata) yang dihibur oleh anjing peliharaannya (Atom). Bukan tanpa sebab Atom menghibur majikannya. Sebelumnya, sang masinis selalu bersedih karena telah ditinggal oleh istrinya yang membuka kafe di sebuah stasiun kereta. Atom pun mencoba menghibur sang masinis dengan mengajaknya mengenang kisah-kisah lama mereka.

Dengan rangkaian yang cukup tegas, anggota ini penuh bersama drama keluarga suami-istri yang terlampau manis tetapi menyedihkan. Meninggalnya sang istri menyebabkan masinis selanjutnya kesepian, walau ia masih mempunyai Atom. Naoto Ogata yang melakoni peran sebagai masinis patut diberi apresiasi yang besar gara-gara mampu menghadirkan emosi yang cukup di dalam tentang kesendirian seorang masinis kereta di desa antah berantah.

– Sky Sky : Letter to The Sky

Sky, Sky garapan Nonzee Nimbutr yang berasal dari Thailand, menjadi cerita ketiga yang disajikan dalam Angel Sign. Mengisahkan seorang anak perempuan (Praewpun Parnyim) yang sedih karena kehilangan anjing peliharaannya. Namun, kedua Ayah (Phiphob Kamolketsophon) dan Ibunya (Boonin Inlueng) mencoba menghibur anaknya tersebut, dengan memberikan surat kecil di layangan yang diterbanginya.

"Angel Sign", Cerita Dengan Kesunyian

Walau biasanya bagian pada film ini cenderung perlihatkan penonton akan sakitnya kehilangan seseorang, bagian film ini lumayan menghibur banyak penonton. Mengapa tidak? Lakon gadis perempuan yang diperankan oleh Praewpun Parnyim lumayan membawa dampak hati penonton lumayan lega setelah lewat dua bagian sebelumnya, dikarenakan ia (Praewpun) punyai karakter kekanak-kanakan yang terlampau menarik penonton. Walaupun emosi seorang anak kecil lumayan sepele di mata orang (termasuk orang tuanya di bagian ini), emosi itulah yang perlu bagi anak-anak seusianya.

– Thirty and a Half Minutes

Cerita selanjutnya adalah Thirty and Half Minutes yang disutradarai oleh Han Tran. Kisah ini berlatar di Vietnam yang mengisahkan hubungan antara keluarga yang menyentuh. Seorang Ibu (Xuan Van) sedang dihadapi kondisi ingin melahirkan. Namun dirinya didatangi oleh malaikut maut yang bertugas untuk mencabut nyawanya. Di sisi lain, sang Ayah (Ngo Quang Tuan) terlihat cemas dari ruang luar operasi.

Memiliki sedikit sisi horor (lebih tepatnya pada anggota malaikat maut), anggota film ini cukup menyebabkan bulu kuduk merinding gara-gara mengingat tiap manusia dapat dicabut nyawanya di dalam situasi apapun terhitung melahirkan. Meskipun demikian, sisi yang mengharukan terlihat saat Xuan Van udah melahirkan dan Ngo Quang Tuan tampak suka memegang bayinya.

Bagian film Thirty and a Half Minutes memberikan gambaran kepada kita tentang perjuangan seorang ayah, yang nantinya akan mengemban tugasnya sendiri apabila istrinya tiada setelah melahirkan. Begitu pula dengan ibu, yang ketika tengah melahirkan, dapat mempertaruhkan apa pun termasuk nyawanya sendiri.

– Father’s Gift

Father’s Gift menjadi sajian kelima dari isi cerita di film Angel Sign. Garapan Matsasugu Asahi ini kembali berlatar di Jepang. Dengan mengkisahkan hubungan dekat antara ayah dan anak. Film ini menceritakan sang anak (Neennara Boonbithipaisit) yang diberikan hadiah robot oleh ayahnya (Jiro Sato) sebagai penggantii ibunya yang telah meninggal dunia.

Drama Keluarga dalam anggota ini menunjukkan kenyataan manis maupun pahit dari hubungan ayah dan putrinya. Meski demikian, dalam kasus yang muncul di kehidupan ayah dan anak ini, tak tersedia satupun yang patut kita salahkan sebagai penonton. Karena yang perlu kita ketahui adalah ayah dan juga anak perlu belajar untuk memberi pengertian satu sama lain demi era depan yang lebih baik, meski di era depan keliru satu dari mereka perlu terpisah dikarenakan maut.

– Back Home

Dalam cerita kelima sekaligus yang terakhir, terdapat film garapan sutradara asal Indonesia, Kamilla Andini dengan judul Back Home. Cerita ini mengisahkan seorang ayah (Teuku Rifnu Wikana) yang kembali mencari anak perempuannya (Mikako Yoshida, Abigail) setelah meninggalkannya untuk berperang ketika sang anak masih kecil. Film ini berlatar di Sleman, Yogyakarta dan mengambil setting waktu di era orde baru.

Bagian film yang paling dinanti oleh penonton JFF 2019 adalah Back Home. Penuh momen yang mendebarkan serta surreal (karena latar belakang film yang cukup membuat ngeri), bagian filim ini cukup untuk memberikan pesan politis kepada para penonton mengenai era tersebut. Cukup bagi saya sendiri untuk menyimpulkan bahwa Wikana dalam bagian ini ‘dibunuh’ oleh tentara karena mengeksekusi Tahanan Politik Orde Baru.

– Epilog

Bagaimana jikalau masing-masing sifat di dalam semua bagian film ini bersua di satu area yang sama? Mulai sang masinis hingga anak perempuan yang ditinggal mati ayahnya sementara orde baru berkumpul di sebuah bandara di Jepang di sementara badai. Mereka disatukan oleh lantunan Cello milik Aika, yang melantunkan melodi dari ‘Angel Sign’.

“Arigatou,” merupakan satu-satunya kata yang muncul dari seluruh bagian film yang ada di Epilog ini. Aika berterima kasih pada sang kupu-kupu biru yang telah menghubungkan semuanya dari berbagai tempat di dunia. Perlu kalian ketahui bahwa sutradara utama didalam film Angel Sign sendiri adalah mangaka City Hunter yaitu Tsukasa Hojo. Perannya sebagai seorang sutradara merupakan yang pertama kali ia jalankan alias debut. Ia masih mesti untuk belajar membentuk sebuah antologi film yang sempurna dan utuh. Walau demikian, Angel Sign merupakan awal yang baik baginya untuk menyebabkan antologi tersebut.

Share